WALDEN
Chapter
2
WHERE
I LIVED, AND WHAT I LIVED FOR
By
Henry David Thoreau
Essay ini adalah sebuah karya yang di
buat oleh Henry David Thoreau yang merupakan bagian kedua dari keseluruhan
karyanya yang berjudul “Walden”. Menurut saya essay ini adalah sebuah karya yang di tulis sebagai
gugatan sekaligus deklarasi kemerdekaan pribadi, percobaan sosial, perjalanan
mencari rohani dan jati diri. Karya ini di terbitkan pada 1854 sebagai gugatan
terhadap pemerintah dan hasil renungannya selama hidup di tengah hutan dekat
Walden Pond, tempat ia hidup menyendiri dan mencari kehidupan yang
sesungguhnya.
“I am monacrh of all I survey, My
right there is none to dispute.”
Diatas adalah sebuah kutipan dari Thoreau. Secara kasarnya
saya terjemahkan seperti ini: “saya adalah raja di raja tidak ada yang bisa
mengganggu saya.” Dari kutipan tersebut saya menarik kesimpulan bahwa mungkin
alasan dia untuk tinggal berdekatan dengan alam adalah karena disana dia
seolah-olah menjadi raja dan tidak ada yang bisa mengganggunya disana.
Dalam essay “Where I Lived, What I lived for” menggambarkan
tentang kehidupan yang dijalani oleh Thoreau dan apa hakikat kehidupan
menurutnya.
“I
was seated by the shore of a small pond, about a mile and a half south of the
village of Concord and somewhat higher than it, in midst of an extensive wood between
that town and Lincoln, and about two milesand about two miles south of that our only field known to fame, Concord
Battle Ground; but I was so low in the woods that the opposite shore, half a
mile off, like the rest, covered with wood, was my most distant horizon”
Dalam kutipan diatas dia
menjelaskan tentang tempat dimana dia hidup. Dia menyebutkan bahwa dia hidup
jauh dari keramaian kota dan berada di sekitar hutan. Concord merupakan sebuah
kota yang berdekatan dengan kota Lincoln di negara bagian New Hampshire Amerika
serikat.
Thoreau terpengaruh oleh pemikiran
dari agama Hindu dimana dalam ajaran itu mengajarkan ketika kita ingin
mendapatkan kedamaian hidup maka kita harus berada dan di alam bebas seperti
yang terlihat dalam kutipan dibawah.
"There are none happy in the world but
beings who enjoy freely a vast horizon"- said Damodara, when his herds
required new and larger pastures”
Nama “Damodara” adalah nama lain
dari Krishna yakni dewa dalam kepercayaan hindu. Ini tidak mengherankan karena
selain menjadi penulis Thoreau juga dikenal sebagai seorang filsuf dimana
Filsafat sendiri sangat erat kaitannya dengan agama tersebut.
Menurutnya dengan hidup di alam
hidup akan semakin mudah karena segala sesuatu sudah tersedia di sana. “Every morning was a cheerful invitation to make my life of
equal simplicity, and I may say innocence, with Nature herself”.
Selain dari itu Thoreau
juga menyebutkan alasan lain kenapa dia kembali ke alam, dia menganggap bahwa
dengan pergi ke alam dia akan mendapatkan kebebasan (Deliberately) dalam rangka
pencariannya terhadap hakikat atau esensi dari kehidupan. “I went to the woods because I wished to lived deliberately, to front only the essential facts of life, and see if
I could not learn what it had to teach, and not, when I came to die, discover
that I had not lived. I did not wish to live what was not life, living is so
dear: nor did I wish to practise resignation, unless it was quite necessary”. Dalam kutipan tersebut juga
menyebutkan bahwa dia tidak menginginkan untuk hidup yang tidak seperti sebuah
kehidupan, dengan kata lain kehidupan yang terlalu mengagungkan teknologi dan
tidak kembali ke alam.
Arti dari “Deliberately” dalam kutipan diatas jika
kita hubungkan dengan keadaan sosial disana yang mana pemerintah mengadakan
pemungutan pajak yang sangat tinggi terhadap rakyatnya saat itu, maka akan
berarti terbebas dari penindasan dan beban yang di berikan oleh pemerintah yang
dia anggap telah menyengsarakan rakyat.
Saya
jadi teringat kepada sosok reformis yang ada di indonesia yakni Soe Hok Gie. Di
pernah berkata “lebih baik aku diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan.”
Mungkin arti dari pernyataan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan
Thoreau dengan waldenizing-nya. Gie
menganggap pemerintahan pada waktu itu sama sekali tidak membawa ke arah
kemakmuran, dan banyak sekali kekacauan yang terjadi pada waktu itu. Keadaan
ini hampir sama dengan keadaan dimana Thoreau berada, perlu diketahui kalau
pada saat itu disana juga sedang terjadi “civil war” dan kenaikan pajak bagi
rakyat yang sangat tinggi. Jika Gie
melakukan perlawanan dengan cara berdemonstrasi langsung melawan pemerintahan,
sedangkan Thoreau lebih memilih untuk mengasingkan dirinya dan hidup
berdampingan dengan alam dimana ia merasa hidup bebas terlepas dari segala
kebijakan-kebijakan pemerintah yang menurutnya membuat rakyat sengsara.
Dalam
salah satu kutipan dalam esaay ini saya juga menemukan sebuah kutipan dimana ia
menganggap kalau orang- orang pada saat itu sedang berada di jalan yang salah.
Menurutnya mereka dimanfaatkan oleh orang orang yang mempunyai kekuasaan (dalam
hal ini adalah pemerintah.
“We do not ride on the railroad; it rides upon us. Did you ever think what
those sleepers are that underlie the railroad? Each one is a man, an Irishman,
or a Yankee man. The rails are laid on them, and they are covered with sand,
and the cars run smoothly over them. They are sound sleepers, I assure you. And
every few years a new lot is laid down and run over; so that, if some have the
pleasure of riding on a rail, others have the misfortune to be ridden upon. And
when they run over a man that is walking in his sleep, a supernumerary sleeper
in the wrong position, and wake him up, they suddenly stop the cars, and make a
hue and cry about it, as if this were an exception”
Dia mengkritisi
terhadap keadaan masyarakat disana, dia menganggap bahwa orang-orang pada saat
itu telah menyia-nyiakan kehidupan. “Why should we live with such hurry and
waste of life?”. Atau mungkin saja dia menganggap bahwa dengan hidup berdampingan dengan
alam hidup akan akan terasa lebih menyenangkan dan bahagia dan hidup tidak akan
terbuang sia-sia. Jika benar demikian maka secara tidak langsung Thoreau ingin
menyampaikan kalau hidup itu untuk dinikmati dan hal tersebut bisa di dapatkan
jika kita berada di alam.
Menurutnya orang orang saat itu terlalu
banyak melakukan hal-hal yang dia anggap tidak penting. Pernyataan tersebut
terlihat dalam kutipan dibawah.
“After a night's sleep the news is as
indispensable as the breakfast. "Pray tell me anything new that has
happened to a man anywhere on this globe"- and he reads it over his coffee
and rolls, that a man has had his eyes gouged out this morning on the Wachito
River; never dreaming the while that he lives in the dark unfathomed mammoth
cave of this world, and has but the rudiment of an eye himself”
Dia menganggap bahwa Post Office hanya sedikit memberikan
informasi penting, dengan kata lain manusia terlalu banyak menciptakan hal-hal
yang tidak terlalu bermanfaat dalam kehidupan. “For my part, I could easily do without the post-office. I think that
there are very few important communications made through it”. Begitupun dengan media lain
seperti koran, dia beranggapan kalau berita yang ada di dalamnya terlalu banyak
membicarakan hal-hal yang dia anggap tidak penting. “And I am sure that I never read any memorable news in a newspaper. If
we read of one man robbed, or murdered, or killed by accident, or one house
burned, or one vessel wrecked, or one steamboat blown up, or one cow run over
on the Western Railroad, or one mad dog killed, or one lot of grasshoppers in
the winter- we never need read of another”. Dengan prinsip seperti itu, kota, menurutnya tidak
memberikan kehidupan yang sebenarnya. Ia pergi ke hutan, mencari jati diri.
Dengan segala imajinasinya, hutan seolah olah menjadi tempat yang membuatnya
nyaman. Ia menyebut dirinya raja.
Di bagian terakhir dia
beranggapan bahwa pada hakikatnya setiap orang menggunakan pikirannya untuk
berfikir dan menurut fikirannya di alam dia akan mendapatkan kedamaian dan
kebahagiaan. Maka dia memutuskan untuk memulai kehidupan disana.
“My instinct tells me that my head is an organ for burrowing, as some
creatures use their snout and fore paws, and with it I would mine and burrow my
way through these hills. I think that the richest vein is somewhere hereabouts;
so by the divining-rod and thin rising vapors I judge; and here I will begin to
mine”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar