Duniaku Yang Ditelanjangi
Seperti yang kita rasakan saat ini
bahwa Bumi kita sudah tidak lagi menjadi tempat yang nyaman untuk kita huni.
Panas, pemandangan langit yang tak lagi biru, pohon-pohon beton tinggi
menjulang kini menjadi pemandangan bagi sebagian penduduk dunia. “Kemanakah
kerajaan liar berwarna hijau itu kini?”.
Pertanyaan tersebut hanya bisa kita jawab ketika kita datang ke tempat
rehabilitasi alam dan tempat lain sebagainya. Prajurit-prajurit liarnya hanya
menjadi tontonan dan bahan hiburan semata di kebun binatang. Singa dan harimau
yang menjadi Raja Hutan dulu, kini hanya menjadi bahan tertawaan di
tempat-tempat sirkus. Kita harus mengeluarkan uang untuk bisa melihat hutan
yang asri beserta hewan-hewan liarnya sekarang, sungguh Ironis.
Zaman kini semakin maju, teknologi
semakin canggih. Kemajuan teknologi dan Industri menjadi sebuah pisau bermata
dua. Sifat teknologi yang awalnya konstruktif berubah menjadi destruktif dikala
budaya konsumerisme masyarakat dunia telah mendarah daging. Tanpa terasa gaya
hidup kita yang menjadi bom waktu di dunia ini. Sadar ataupun tidak sadar,
sikap kita dalam mengoptimalkan hasil alam ternyata tidak sebanding dengan
proses pemulihannya. Tidak sedikit pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
terlalu mengeksploitasi alam secara berlebihan. Akhirnya alam mulai tidak
seimbang, hutan-hutan mulai gundul, kemudian menjadi hunian baru dan pabrik
pembuatan uang bagi serigala-serigala berakal itu.
Pabrik-pabrik industri dan
membludaknya para pengendara bermotor ikut berperan dalam perubahan bumi ini.
Udara yang awalnya segar dan menyejukan kini terasa panas. Bahkan AC yang
berasal dari alam pun kini telah digantikan oleh mesin-mesin yang kapanpun bisa
memberikan hawa segar pada kita. Panas dan gersang mungkin sekarang yang banyak
kita rasakan, kita akan lebih mersakan kenyamanan ketika kita berada di
ruangan-ruangan ber-AC daripada di luar. Atmosphere yang dulu menjadi baju
pelindung bumi kita dari panas, kini telah menipis. Bumi kita telah di
telanjangi, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang
kita lakukan sekarang terhadap Bumi ini.
Alam yang dulunya bersahabat
mungkin saja akan menjadi musuh yang menakutkan ketika kita tidak lagi
merawatnya. Kita terlalu banyak meminta ke alam tanpa bisa memberinya sesuatu
yang membuatnya nyaman. Banyaknya bencana alam menjadi contoh nyata bahwa alam
sudah merasa tak nyaman lagi bersama kita menurut Ebiet G. Ade dalam salah satu lagunya.
“Mungkin
tuhan telah bosan melihat tingkah kita
Yang
selalu sombong dan bangga dengan dosa-dosa
Atau
alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Mari
kita bertanya pada rumput yang bergoyang”
Anak cucu kita mungkin tak akan
melihat dan mendengar lagi adanya harimau yang turun ke desa dan memakan ternak
warga. Hanya pelajaran sejarah saja yang mungkin akan memberitahu mereka bahwa
hewan itu pernah ada dan pernah hidup di bumi. Pelajaran kimia akan sering
mempelajari akan bahaya dari racun-racun yang sudah berbaur dengan udara yang
kita hisap dan berusaha mencari solusinya. Mungkin pernyataan ini hanya sebuah
asumsi dari saya saja, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menjadi kenyataan
jika yang terjadi pada saat ini terus berlanjut.
Mitos-mitos masyarakat akan
penunggu hutan dan larangan-larangan ketika kita berada di alam sudah tidak di
hiraukan lagi. Sudah sedikit orang yang peduli akan alam. Sudah jarang kita
temukan tempat yang masih terdengar kicauan burung dan rindangnya pepohonan.
Ketika orang-orang hanya mempertuhankan uang semata, akan menjadi apa dunia
kita nanti,,?
Sebuah pekerjaan sulit yang harus
kita laksanakan bersama. Budaya hedonis membuat kita terlena akan keserakahan
dan kepraktisan. Belum terlambat bagi kita untuk memperbaikinya, setidaknya
sedikit memperpanjang usia dunia ini yang sudah bugil tanpa ada satupun yang
melindunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar