A. A. Masuknya
Pemikiran-Pemikiran Dari Barat ke Turki Utsmani pada abad 19 (1800an)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah
karya sastra dimanapun pada umumnya tidak ada yang bisa terlepas dari pengaruh
sejarah, sosial politik dimana karya tersebut dibuat. Itu semua dikarenakan
faktor ideologi dari pengarang yang ingin dia sampaikan dalam karyanya
tersebut, apakah itu berupa sebuah kritik terhadap perpolitikan (pemerintah),
keadaan sosial dan lain sebagainya. Begitu halnya dengan karya-karya sastra
yang berasal dari turki dan sebagian eropa pada abad ke 19. Karya tersebut
tercipta dikarenakan pengaruh dari faktor-faktor yang disebutkan diatas.
Di
Turki sendiri pengaruh dari faktor pergolakan poltik ketika zaman kerajaan
Turki Usmani sangat terlihat sekali pengaruhnya. Ketika masa pra Tanzimat (1839-1879 M) karya karya
disana didominasi oleh puisi sebagai sarana yang paling disukai di seluruh
lapisan masyarakat, baik bentuk puisi biasa atau puisi yang didendangkan (aruz)
atau puisi sufi (tekke). Karya-karya tersebut digunakan oleh daulah Utsmaniyah
sebagai alat legitimasi politik, memuji para raja, perjamuan dan yang lainnya.
Contohnya seperti karya dari Musthafa Ali (1541-1599 M) dengan karyanya Kunh
Al-Akhbar adalah catatan dari masa Adam-Isya As dan pendirian Daulah
Utsmaniyah. Para pujangga lain yang ada
pada masa itu adalah Baki (1526-1600 M), Nef I (1582-1636 M), Yahya Efendi dan Yunus Emre (1552-1644 M ).
Namun
ketika masa Tanzimat dimulai, sastra
digunakan sebagai pendefinisian kembali tentang jati diri dan negara.
Kebanyakan karya-karya sastra yang tercipta mengangkat tema-tema sosial dan
moral. Para sastrawan dan tokoh-tokoh Tanzimat
ini menggunakan media sastra terhadap pandangan politik pada masa itu.
Masa
Tanzimat ialah masa pembaharuan di kerajaan Turki
Usmani sebagai lanjutan dari usaha yang
dijalankan oleh Sultan Mahmud II[1].
Masa pembaharuan ini terjadi dikarenakan pengaruh dari Eropa. Pengaruh tersebut
berupa sistem pendidikan dan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh bangsa
Eropa yang membawa Eropa menuju kemajuan, diantaranya dalam hal ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan di Eropa pada saat itu yakni
pendidikan Universal terhadap pria dan wanita, sehingga umumnya orang eropa
pandai membaca dan menulis.
Perubahan
pada masa Tanzimat yang dilakukan
Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan
pembaharuan di Kerajaan Turki Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan.
Jika dulu Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada disana
dan hanya mengajarkan masalah agama saja sedangkan untuk pengetahuan umum tidak
diajarkan. Sultan Mahmud menganggap bahwa pendidikan tradisional ini sudah
tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad kesembilan belas. Pada masa itu
semua orang tua mulai malas untuk memasukan anak mereka ke Madrasah dan lebih
memilih mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di
perusahaan-perusahaan industri tangan. Ini semua menyebabkan tingkat
orang-orang yang buta huruf disana menjadi semakin meningkat.
Melihat
kenyataan tersebut kemudian Sultan Mahmud II merubah sistem kurikulum madrasah
dengan menambah ilmu pengetahuan umum ke dalam pengajarannya. Namun karena
sulit untuk melakukan tersebut dikarenakan secara turun temurun Madrasah
dipergunakan hanya untuk pengajaran agama, kemudian Sultan mendirikan 2 sekolah
pengetahuan umum yakni Mekteb-i Ma’arif, (sekolah pengetahuan
umum), dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (sekolah
sastra), siswa untuk kedua sekolah tersebut dipilih dari lulusan terbaik yang
berasal dari Madrasah[2].
Di
kedua sekolah itu di ajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah,
dan ilmu politik disamping bahasa Arab. Beberapa tokoh pembaharuan dan
sastrawan pada masa ini juga dididik dari kedua sekolah ini. Selain itu
sekolah-sekolah lain juga di ciptakan pada masa ni diantaranya : sekolah
militer, sekolah kedokteran dan sekolah
pembedahan.
Pengaruh dari eropa yang sangat
kental memberikan efek yang sangat besar terhadap keadaan sosial politik pada
masa ini. Pada masa ini diciptakan biro penterjemahan yang kemudian banyak
menterjemahkan buku-buku yang berisi pemikiran modern di dunia barat kedalam
bahasa turki. Kemudian pada tahun 1831 Sultan Mahmud II mengeluarkan surat
kabar resmi yang bernama Tekvim-i Vekayi.
Dalam surat kabar tersebut didalamnya bukan hanya pengumuman pemerintah dan
peristiwa yang terjadi tapi juga terdapat artikel-artikel mengenai ide-ide yang
berasal dari barat. Dalam majalah tersebut menyebutkan bahwa kemajuan dunia
barat (Eropa) didasarkan antara lain: Ilmu pengetahuan, Kemerdekaan dalam
agama, patriotisme dan pendidikan yang merata.
Masuknya pengaruh dari kebudayaan barat yang dibawa
pada masa Tanzimat memang membawa
pengaruh baik pada kerajaan Turki Utsmani khususnya dalam hal ilmu pengetahuan
dan teknologi walaupun juga sebetulnya memunculkan pihak yang kontra terhadap
hal tersebut. Pengaruh tersebut membuat sistem pemerintahan juga ikut berubah
seperti di buatnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum dan
hak-hak yang berhak didapatkan oleh rakyat supaya terjaminnya kesejahteraan
rakyat yang bisa mempererat hubungan antara rakyat dan pemerintahan.
Abdul Majid sultan yang menggantikan Sultan Mahmud
II mengeluarkan Hatt-i Syerif Gulhane (piagam
gulhane) pada tahun 1839. Yang didalamnya menjelaskan bahwasannya pada masa
permulaan kerajaan Utsmani, Syari’at dan peraturan negara dipatuhi dan karena
itu kerjaan menjadi besar dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa
150 tahun terakhir Syari’at dan peraturan tersebut tak di perhatikan lagi
sehingga kemakmuran rakyat hilang dan digantikan dengan kemiskinan dan
kenbesaran negara pun ikut hilang. Oleh karena itu perlu adanya perubahan yang
membawa ke arah yang lebih baik diantaranya.
1. Terjaminnya
ketentraman hidup, harta dan kehormatan warga negara.
2. Peraturan
mengenai pemungutan pajak.
3.
Pertauran mengenai kewajiban dan lamanya
dinas militer.[3]
Kemudian pada tahun 1856 disusul
dengan piagam baru Hatt-i Humayun, yang
berisi pembaharuan terhadap kedudukan orang eropa yang berada dibawah kekuasan
kerajaan Turki Utsmani karena desakan negara-negara eropa. Antara lain :
1. Kebebasan
dalam beragama.
2.
Masyarakat muslim dan non muslim
diperbolehkan mengadakan pembahruan-pembahruan yang mereka perlukan dan
mendirikan rumah peribadatan, sekolah.
Perubahan poada zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat
penghargaan malah banyak yang mengkritik terhadap perubahan ini. Piagam Gulhane yang menyatakan bahwa
penghargaan tertinggi ada pada syariat tapi juga perlu adanya sistem hukum yang
baru, sedangkan hukum baru tersebut banyak dipengaruhi barat. Jadi peraturan
tersebut berupa aturan yang bercampur antara Syari’at dan pemikiran dari barat
sehingga tidak bisa dikatakan hukum Islam ataupun Hukum barat. Hukum tersebut
disebut tidak efektif untuk mengatur kerajaan Utsmani pada masa itu. Sikap
otoriter yang dilakukan oleh pihak Sultan dan menteri-menterinya dalam
melakukan pembaharuan Tanzimat malah
mendapat kritik keras.
B. B.
Media
Sastra Sebagai Kritik Terhadap Pemerintahan
Perkembangan karya sastra pada abad
ke 19 zaman kerajaan Turki Utsmani sangat banyak terpengaruh oleh keadaan
sosial politik yang sedang memanas pada saat itu. Salah satu sastrawan yang
hidup pada zaman itu salah satunya adalah Ibrahim Sinasi (1826-1871). Dia
pernah belajar di perancis dan dikenal sebagai orang yang banyak terpengaruh
oleh ide-ide pemikiran dari barat. Sepulangnya kembali ke baghdad dia kembali
kedalam aktivitas bersastra salah satu awalnya dia menegeluarkan sebuah karya
yang berjudul Tercumei Manzume yakni
terjemahan dari penyair perancis klasik termasuk Racine La fontaine[4].
Dalam tulisan-tulisannya di banyak membicarakan tentang hak-hak rakyat,
kebebasan dalam mengutarakan pendapat, ide-ide liberal, dan sebagainya. Dia
menerbitkan Surat Kabar yang bernama Tasvir-i
Efkar pada tahun 1861 yang banyak mempunyai pengaruh dalam kebangkitan
intelektual di kerajaan utsmani abad 19.
Sastrawan lain adalah Namik Kemal.
Dia banyak dipengaruhi oleh Ibrahim Sanisi tadi. Setelah kepergian Sanisi ke
Paris dia menjadi pimpinan dari surat kabar Tasvir-i
Efkar[5].
Namun karena tulisan-tulisannya dianggap terlalu pedas dan dianggap
berbahaya oleh pemerintah membuatnya terpaksa pergi ke Paris menyusul Gurunya
pada tahun 1867. Pada tahun 1870 dia diperbolehkan kembali ke istanbul namun
tiga tahun kemudian dia ditangkap kemudian dipenjara karena tulisanya dianggap
berbahaya oleh pemerintah. Kemudian di bebaskan kembali pada tahun 1876 setelah
jatuhnya Sultan Abdul Azziz.
Selain itu beberapa satrawan juga
mengangkat isu-isu sosial dalam beberapa karyanya, salah satunya adalah novelis
Fatma Aliye Hanim (1864-1936 M), ia menolak pendapat tokoh-tokoh pro poligami
dalam berbagai karyanya seperti Muhazarat (persisihan, 1892), Refet (kemurahan
Hati,1897), Udi (pemetik kecapi, 1899). Dia dia katakan sebagai seorang feminis
pertama yang mengangkat isu-isu yang terjadi pada perempuan pada saat itu.
Selain dari karya-karya diatas tema-tema
lain seperti perbudakan juga merupakan sasaran kritik sastra, seperti Araba
Sevdat (kereta kuda), Surguzest-i Felatun Beyle, Felatun Beyle dan Rakim Efendi
yang dibuat oleh Ahmet Mithat.
Memasuki abad ke 19 karya-karya
yang mengusung tema tentang kesedihan dan kebingungan karena kehilangan jati
diri menjadi ciri khas dalam bersastra. Salah satu karya yang terkenal pada
zaman itu adalah Makber karya dari Abdul Haq Hamid. Dalam karya ini Hamid
menggambarkan kesedihan karena kehilangan Jati diri tersebut dengan penggambaran
kematian seorang istri yang ada dalam cerita itu.
Sekitar
tahun 1900an tema-tema identitas budaya semakin banyak bermunculan dalam
karya-karya sastra di turki. Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan non Islam,
pembunuhan Muslim di Balkan (1911-1912) mendorong munculnya tema-tema Islam
yang mengugah untuk menuju Turki yang sejahtera. Pada saat itu ada sebuah kaya
yang berjudul Mesjid Sulaeman (Salomon Mosque) yang seolah-olah memperlihatkan
keindahan mesjid ni sebagai lambang kejayaan Islam. Karya besar yang lainnya
pada saat itu adalah ceramah dari Abdurresi Ibrahim menegenai pembantaian
muslim di Balakan yang dihadiri 3000 orang.
Sastrawan lain pada zaman ini
adalah Ziya Gokalp. Didalam karyanya yakni Turklasmak, Islamlasmak, Muasirlasmak
(Turkifikasi, Islamisasi dan Modernisasi), karyanya ini sebagai penengah ketika
pro dan kontra tentang ide-ide barat yang masuk di Turki. Dia menyuguhkan teori
yang berjudul “menuju barat dan menuju rakyat” Menurutnya penggunaan bahasa
Turki harus digalakkan, kerinduan mendengarkan adzan, shalat dalam bahasa Turki
ia gambarkan dalam puisinya Vathan (tanah air), menurutnya Islam adalah
menekankan kecintaan kepada Allah.
Sedangkan memasuki abad 20,
tema-tema sastra kebanyakan berubah menjadi anti-Islam dan menguat, tampaknya
ini adalah pengaruh dari sastawan Yakup Kadri Karosmanogolu (1889-1974 M), yang
menggambarkan bahwa pondok-pondok orang beriman adalah tempat maksiat yang
sebenarnya, dalam novelnya Nur Baba (bapak Ilahi), begitu juga dengan Yaban
(orang asing) yang menggambarkan bahwa orang beragama adalah orang yang
menjijikkan. kemal Attatturk (1880-1938 M) adalah seorang yang mempunyai ide
yang sama meskipun tidak seekstrm Yakup. Akibatnya adalah munculnya penolakan
agama Islam sebagai agama negara, penekanan terhadap tarekat-tarekat agama dan
lainnya.
Seluruh karya-karya tersebut
tercipta karena pengaruh dari kebudayaan barat yang mulai masuk kedalam
kebudayaan asli Turki Utsmani. Ada yang menyambut baik perubahan itu dan tidak
sedikit pula yang justru menentang hal tersebut. Mereka yang menentang yakni
orang-orang yang merasa bahwa Jati diri mereka yang asli sudah mulai
dihilangkan oleh kebudayaan barat tersebut dan mengakibatkan penurunan moral
diantara masyarakat.
Kesimpulan
Setelah melihat penjelasan diatas tentunya kita
dapat menyimpulkan bahwa pengaruh dari kebudayaan barat yang masuk ke Turki
Utsmani pada saat itu sangat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
kerajaan tersebut, dari mulai sistem pemerintahan, sistem pendidikan hingga
keadaan sosial yang terjadi. Ada yang bersifat baik karena membawa perubahan
menuju kemajuan seperti dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, ada juga yang
membawa ke arah yang lebih jelek seperti pemikiran barat yang bersifat bebas
tanpa ada batasan moral dan etika yang jauh dari syari’at yang sebelumnya
dipegang teguh oleh kerajaan Turki Utsmani tersebut.
Pengaruh
tersebut berdampak pada kondisi sosial politik yang terjadi disana sehingga
mempengaruhi terhadap karya-karya sastra yang di ciptakan. Karya tersebut bisa
merespon positive terhadap karya tersebut dan bisa pula sebaliknya. Bisa
sebagai bentuk protes ataupun bisa juga sebagai bentuk antusiasme terhadap
budaya asing tersebut.
.
Daftar
Pustaka
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah
Pemikiran Dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1975
Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M. Ag. M. Pd. I, Perkembangan
Modern Dunia Islam, Subang, CV
Yasindo Multi Aspek Dan Value Press Bandang 1431 H/2011
Other Source
http// id.studi sastra islam.org//
[1] Harun
Nasution 1975 Halaman 97
[2] Harun
Nasution 1975 Halaman 94
[3] Harun
Nasution 1975 Halaman 99
[4] Makhmud
Syafe’i 2010 Halaman 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar