Sabtu, 16 Juni 2012

Analisis Karya "Where I Lived and What I Lived For" By Thoreau



 
WALDEN
Chapter 2
WHERE I LIVED,  AND WHAT I LIVED FOR
By Henry David Thoreau


Essay ini adalah sebuah karya yang di buat oleh Henry David Thoreau yang merupakan bagian kedua dari keseluruhan karyanya yang berjudul “Walden”. Menurut saya essay ini adalah sebuah karya yang di tulis sebagai gugatan sekaligus deklarasi kemerdekaan pribadi, percobaan sosial, perjalanan mencari rohani dan jati diri. Karya ini di terbitkan pada 1854 sebagai gugatan terhadap pemerintah dan hasil renungannya selama hidup di tengah hutan dekat Walden Pond, tempat ia hidup menyendiri dan mencari kehidupan yang sesungguhnya.

“I am monacrh of all I survey, My right there is none to dispute.”

Diatas adalah sebuah kutipan dari Thoreau. Secara kasarnya saya terjemahkan seperti ini: “saya adalah raja di raja tidak ada yang bisa mengganggu saya.” Dari kutipan tersebut saya menarik kesimpulan bahwa mungkin alasan dia untuk tinggal berdekatan dengan alam adalah karena disana dia seolah-olah menjadi raja dan tidak ada yang bisa mengganggunya disana.
Dalam essay “Where I Lived, What I lived for” menggambarkan tentang kehidupan yang dijalani oleh Thoreau dan apa hakikat kehidupan menurutnya.

“I was seated by the shore of a small pond, about a mile and a half south of the village of Concord and somewhat higher than it, in midst of an extensive wood between that town and Lincoln, and about two milesand about two miles south of that our only field known to fame, Concord Battle Ground; but I was so low in the woods that the opposite shore, half a mile off, like the rest, covered with wood, was my most distant horizon”
Dalam kutipan diatas dia menjelaskan tentang tempat dimana dia hidup. Dia menyebutkan bahwa dia hidup jauh dari keramaian kota dan berada di sekitar hutan. Concord merupakan sebuah kota yang berdekatan dengan kota Lincoln di negara bagian New Hampshire Amerika serikat.
Thoreau terpengaruh oleh pemikiran dari agama Hindu dimana dalam ajaran itu mengajarkan ketika kita ingin mendapatkan kedamaian hidup maka kita harus berada dan di alam bebas seperti yang terlihat dalam kutipan dibawah.
"There are none happy in the world but beings who enjoy freely a vast horizon"- said Damodara, when his herds required new and larger pastures”
Nama “Damodara” adalah nama lain dari Krishna yakni dewa dalam kepercayaan hindu. Ini tidak mengherankan karena selain menjadi penulis Thoreau juga dikenal sebagai seorang filsuf dimana Filsafat sendiri sangat erat kaitannya dengan agama tersebut.
Menurutnya dengan hidup di alam hidup akan semakin mudah karena segala sesuatu sudah tersedia di sana. Every morning was a cheerful invitation to make my life of equal simplicity, and I may say innocence, with Nature herself”.
Selain dari itu Thoreau juga menyebutkan alasan lain kenapa dia kembali ke alam, dia menganggap bahwa dengan pergi ke alam dia akan mendapatkan kebebasan (Deliberately) dalam rangka pencariannya terhadap hakikat atau esensi dari kehidupan. “I went to the woods because I wished to lived deliberately, to front only the essential facts of life, and see if I could not learn what it had to teach, and not, when I came to die, discover that I had not lived. I did not wish to live what was not life, living is so dear: nor did I wish to practise resignation, unless it was quite necessary”. Dalam kutipan tersebut juga menyebutkan bahwa dia tidak menginginkan untuk hidup yang tidak seperti sebuah kehidupan, dengan kata lain kehidupan yang terlalu mengagungkan teknologi dan tidak kembali ke alam. 
Arti dari “Deliberately” dalam kutipan diatas jika kita hubungkan dengan keadaan sosial disana yang mana pemerintah mengadakan pemungutan pajak yang sangat tinggi terhadap rakyatnya saat itu, maka akan berarti terbebas dari penindasan dan beban yang di berikan oleh pemerintah yang dia anggap telah menyengsarakan rakyat.
Saya jadi teringat kepada sosok reformis yang ada di indonesia yakni Soe Hok Gie. Di pernah berkata “lebih baik aku diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan.” Mungkin arti dari pernyataan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Thoreau dengan waldenizing-nya. Gie menganggap pemerintahan pada waktu itu sama sekali tidak membawa ke arah kemakmuran, dan banyak sekali kekacauan yang terjadi pada waktu itu. Keadaan ini hampir sama dengan keadaan dimana Thoreau berada, perlu diketahui kalau pada saat itu disana juga sedang terjadi “civil war” dan kenaikan pajak bagi rakyat yang sangat tinggi.  Jika Gie melakukan perlawanan dengan cara berdemonstrasi langsung melawan pemerintahan, sedangkan Thoreau lebih memilih untuk mengasingkan dirinya dan hidup berdampingan dengan alam dimana ia merasa hidup bebas terlepas dari segala kebijakan-kebijakan pemerintah yang menurutnya membuat rakyat sengsara.
            Dalam salah satu kutipan dalam esaay ini saya juga menemukan sebuah kutipan dimana ia menganggap kalau orang- orang pada saat itu sedang berada di jalan yang salah. Menurutnya mereka dimanfaatkan oleh orang orang yang mempunyai kekuasaan (dalam hal ini adalah pemerintah.
“We do not ride on the railroad; it rides upon us. Did you ever think what those sleepers are that underlie the railroad? Each one is a man, an Irishman, or a Yankee man. The rails are laid on them, and they are covered with sand, and the cars run smoothly over them. They are sound sleepers, I assure you. And every few years a new lot is laid down and run over; so that, if some have the pleasure of riding on a rail, others have the misfortune to be ridden upon. And when they run over a man that is walking in his sleep, a supernumerary sleeper in the wrong position, and wake him up, they suddenly stop the cars, and make a hue and cry about it, as if this were an exception”
Dia mengkritisi terhadap keadaan masyarakat disana, dia menganggap bahwa orang-orang pada saat itu telah menyia-nyiakan kehidupan. Why should we live with such hurry and waste of life?”. Atau mungkin saja dia menganggap bahwa dengan hidup berdampingan dengan alam hidup akan akan terasa lebih menyenangkan dan bahagia dan hidup tidak akan terbuang sia-sia. Jika benar demikian maka secara tidak langsung Thoreau ingin menyampaikan kalau hidup itu untuk dinikmati dan hal tersebut bisa di dapatkan jika kita berada di alam.
Menurutnya orang orang saat itu terlalu banyak melakukan hal-hal yang dia anggap tidak penting. Pernyataan tersebut terlihat dalam kutipan dibawah.
 “After a night's sleep the news is as indispensable as the breakfast. "Pray tell me anything new that has happened to a man anywhere on this globe"- and he reads it over his coffee and rolls, that a man has had his eyes gouged out this morning on the Wachito River; never dreaming the while that he lives in the dark unfathomed mammoth cave of this world, and has but the rudiment of an eye himself”
Dia menganggap bahwa Post Office hanya sedikit memberikan informasi penting, dengan kata lain manusia terlalu banyak menciptakan hal-hal yang tidak terlalu bermanfaat dalam kehidupan. “For my part, I could easily do without the post-office. I think that there are very few important communications made through it”. Begitupun dengan media lain seperti koran, dia beranggapan kalau berita yang ada di dalamnya terlalu banyak membicarakan hal-hal yang dia anggap tidak penting. “And I am sure that I never read any memorable news in a newspaper. If we read of one man robbed, or murdered, or killed by accident, or one house burned, or one vessel wrecked, or one steamboat blown up, or one cow run over on the Western Railroad, or one mad dog killed, or one lot of grasshoppers in the winter- we never need read of another”. Dengan prinsip seperti itu, kota, menurutnya tidak memberikan kehidupan yang sebenarnya. Ia pergi ke hutan, mencari jati diri. Dengan segala imajinasinya, hutan seolah olah menjadi tempat yang membuatnya nyaman. Ia menyebut dirinya raja.
Di bagian terakhir dia beranggapan bahwa pada hakikatnya setiap orang menggunakan pikirannya untuk berfikir dan menurut fikirannya di alam dia akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan. Maka dia memutuskan untuk memulai kehidupan disana.
“My instinct tells me that my head is an organ for burrowing, as some creatures use their snout and fore paws, and with it I would mine and burrow my way through these hills. I think that the richest vein is somewhere hereabouts; so by the divining-rod and thin rising vapors I judge; and here I will begin to mine”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar