Sabtu, 16 Juni 2012

Essay-Ku


Duniaku Yang Ditelanjangi

Seperti yang kita rasakan saat ini bahwa Bumi kita sudah tidak lagi menjadi tempat yang nyaman untuk kita huni. Panas, pemandangan langit yang tak lagi biru, pohon-pohon beton tinggi menjulang kini menjadi pemandangan bagi sebagian penduduk dunia. “Kemanakah kerajaan liar berwarna hijau itu kini?”.  Pertanyaan tersebut hanya bisa kita jawab ketika kita datang ke tempat rehabilitasi alam dan tempat lain sebagainya. Prajurit-prajurit liarnya hanya menjadi tontonan dan bahan hiburan semata di kebun binatang. Singa dan harimau yang menjadi Raja Hutan dulu, kini hanya menjadi bahan tertawaan di tempat-tempat sirkus. Kita harus mengeluarkan uang untuk bisa melihat hutan yang asri beserta hewan-hewan liarnya sekarang, sungguh Ironis.
Zaman kini semakin maju, teknologi semakin canggih. Kemajuan teknologi dan Industri menjadi sebuah pisau bermata dua. Sifat teknologi yang awalnya konstruktif berubah menjadi destruktif dikala budaya konsumerisme masyarakat dunia telah mendarah daging. Tanpa terasa gaya hidup kita yang menjadi bom waktu di dunia ini. Sadar ataupun tidak sadar, sikap kita dalam mengoptimalkan hasil alam ternyata tidak sebanding dengan proses pemulihannya. Tidak sedikit pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terlalu mengeksploitasi alam secara berlebihan. Akhirnya alam mulai tidak seimbang, hutan-hutan mulai gundul, kemudian menjadi hunian baru dan pabrik pembuatan uang bagi serigala-serigala berakal itu.
Pabrik-pabrik industri dan membludaknya para pengendara bermotor ikut berperan dalam perubahan bumi ini. Udara yang awalnya segar dan menyejukan kini terasa panas. Bahkan AC yang berasal dari alam pun kini telah digantikan oleh mesin-mesin yang kapanpun bisa memberikan hawa segar pada kita. Panas dan gersang mungkin sekarang yang banyak kita rasakan, kita akan lebih mersakan kenyamanan ketika kita berada di ruangan-ruangan ber-AC daripada di luar. Atmosphere yang dulu menjadi baju pelindung bumi kita dari panas, kini telah menipis. Bumi kita telah di telanjangi, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang kita lakukan sekarang terhadap Bumi ini.
Alam yang dulunya bersahabat mungkin saja akan menjadi musuh yang menakutkan ketika kita tidak lagi merawatnya. Kita terlalu banyak meminta ke alam tanpa bisa memberinya sesuatu yang membuatnya nyaman. Banyaknya bencana alam menjadi contoh nyata bahwa alam sudah merasa tak nyaman lagi bersama kita menurut  Ebiet G. Ade dalam salah satu lagunya.

“Mungkin tuhan telah bosan melihat tingkah kita
Yang selalu sombong dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang” 

Anak cucu kita mungkin tak akan melihat dan mendengar lagi adanya harimau yang turun ke desa dan memakan ternak warga. Hanya pelajaran sejarah saja yang mungkin akan memberitahu mereka bahwa hewan itu pernah ada dan pernah hidup di bumi. Pelajaran kimia akan sering mempelajari akan bahaya dari racun-racun yang sudah berbaur dengan udara yang kita hisap dan berusaha mencari solusinya. Mungkin pernyataan ini hanya sebuah asumsi dari saya saja, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menjadi kenyataan jika yang terjadi pada saat ini terus berlanjut.
Mitos-mitos masyarakat akan penunggu hutan dan larangan-larangan ketika kita berada di alam sudah tidak di hiraukan lagi. Sudah sedikit orang yang peduli akan alam. Sudah jarang kita temukan tempat yang masih terdengar kicauan burung dan rindangnya pepohonan. Ketika orang-orang hanya mempertuhankan uang semata, akan menjadi apa dunia kita nanti,,?
Sebuah pekerjaan sulit yang harus kita laksanakan bersama. Budaya hedonis membuat kita terlena akan keserakahan dan kepraktisan. Belum terlambat bagi kita untuk memperbaikinya, setidaknya sedikit memperpanjang usia dunia ini yang sudah bugil tanpa ada satupun yang melindunginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar