Sabtu, 16 Juni 2012

Pengaruh Budaya Barat Terhadap Kondisi Sosial Politik dan Karya-Karya Sastra di Turki Utsmani

A.              A.  Masuknya Pemikiran-Pemikiran Dari Barat ke Turki Utsmani pada abad 19 (1800an)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah karya sastra dimanapun pada umumnya tidak ada yang bisa terlepas dari pengaruh sejarah, sosial politik dimana karya tersebut dibuat. Itu semua dikarenakan faktor ideologi dari pengarang yang ingin dia sampaikan dalam karyanya tersebut, apakah itu berupa sebuah kritik terhadap perpolitikan (pemerintah), keadaan sosial dan lain sebagainya. Begitu halnya dengan karya-karya sastra yang berasal dari turki dan sebagian eropa pada abad ke 19. Karya tersebut tercipta dikarenakan pengaruh dari faktor-faktor yang disebutkan diatas.
            Di Turki sendiri pengaruh dari faktor pergolakan poltik ketika zaman kerajaan Turki Usmani sangat terlihat sekali pengaruhnya. Ketika masa pra Tanzimat (1839-1879 M) karya karya disana didominasi oleh puisi sebagai sarana yang paling disukai di seluruh lapisan masyarakat, baik bentuk puisi biasa atau puisi yang didendangkan (aruz) atau puisi sufi (tekke). Karya-karya tersebut digunakan oleh daulah Utsmaniyah sebagai alat legitimasi politik, memuji para raja, perjamuan dan yang lainnya. Contohnya seperti karya dari Musthafa Ali (1541-1599 M) dengan karyanya Kunh Al-Akhbar adalah catatan dari masa Adam-Isya As dan pendirian Daulah Utsmaniyah.  Para pujangga lain yang ada pada masa itu adalah Baki (1526-1600 M), Nef I (1582-1636 M),  Yahya Efendi dan Yunus Emre (1552-1644 M ).
            Namun ketika masa Tanzimat dimulai, sastra digunakan sebagai pendefinisian kembali tentang jati diri dan negara. Kebanyakan karya-karya sastra yang tercipta mengangkat tema-tema sosial dan moral. Para sastrawan dan tokoh-tokoh Tanzimat ini menggunakan media sastra terhadap pandangan politik pada masa itu.
            Masa Tanzimat  ialah masa pembaharuan di kerajaan Turki Usmani  sebagai lanjutan dari usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II[1]. Masa pembaharuan ini terjadi dikarenakan pengaruh dari Eropa. Pengaruh tersebut berupa sistem pendidikan dan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh bangsa Eropa yang membawa Eropa menuju kemajuan, diantaranya dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan di Eropa pada saat itu yakni pendidikan Universal terhadap pria dan wanita, sehingga umumnya orang eropa pandai membaca dan menulis.
            Perubahan pada masa Tanzimat yang dilakukan Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Turki Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Jika dulu Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada disana dan hanya mengajarkan masalah agama saja sedangkan untuk pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud menganggap bahwa pendidikan tradisional ini sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad kesembilan belas. Pada masa itu semua orang tua mulai malas untuk memasukan anak mereka ke Madrasah dan lebih memilih mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan-perusahaan industri tangan. Ini semua menyebabkan tingkat orang-orang yang buta huruf disana menjadi semakin meningkat.
            Melihat kenyataan tersebut kemudian Sultan Mahmud II merubah sistem kurikulum madrasah dengan menambah ilmu pengetahuan umum ke dalam pengajarannya. Namun karena sulit untuk melakukan tersebut dikarenakan secara turun temurun Madrasah dipergunakan hanya untuk pengajaran agama, kemudian Sultan mendirikan 2 sekolah pengetahuan umum  yakni Mekteb-i Ma’arif, (sekolah pengetahuan umum), dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (sekolah sastra), siswa untuk kedua sekolah tersebut dipilih dari lulusan terbaik yang berasal dari Madrasah[2].
            Di kedua sekolah itu di ajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah, dan ilmu politik disamping bahasa Arab. Beberapa tokoh pembaharuan dan sastrawan pada masa ini juga dididik dari kedua sekolah ini. Selain itu sekolah-sekolah lain juga di ciptakan pada masa ni diantaranya : sekolah militer, sekolah kedokteran  dan sekolah pembedahan.
Pengaruh dari eropa yang sangat kental memberikan efek yang sangat besar terhadap keadaan sosial politik pada masa ini. Pada masa ini diciptakan biro penterjemahan yang kemudian banyak menterjemahkan buku-buku yang berisi pemikiran modern di dunia barat kedalam bahasa turki. Kemudian pada tahun 1831 Sultan Mahmud II mengeluarkan surat kabar resmi yang bernama Tekvim-i Vekayi. Dalam surat kabar tersebut didalamnya bukan hanya pengumuman pemerintah dan peristiwa yang terjadi tapi juga terdapat artikel-artikel mengenai ide-ide yang berasal dari barat. Dalam majalah tersebut menyebutkan bahwa kemajuan dunia barat (Eropa) didasarkan antara lain: Ilmu pengetahuan, Kemerdekaan dalam agama, patriotisme dan pendidikan yang merata.
Masuknya pengaruh dari kebudayaan barat yang dibawa pada masa Tanzimat memang membawa pengaruh baik pada kerajaan Turki Utsmani khususnya dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi walaupun juga sebetulnya memunculkan pihak yang kontra terhadap hal tersebut. Pengaruh tersebut membuat sistem pemerintahan juga ikut berubah seperti di buatnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum dan hak-hak yang berhak didapatkan oleh rakyat supaya terjaminnya kesejahteraan rakyat yang bisa mempererat hubungan antara rakyat dan pemerintahan.
Abdul Majid sultan yang menggantikan Sultan Mahmud II mengeluarkan Hatt-i Syerif Gulhane (piagam gulhane) pada tahun 1839. Yang didalamnya menjelaskan bahwasannya pada masa permulaan kerajaan Utsmani, Syari’at dan peraturan negara dipatuhi dan karena itu kerjaan menjadi besar dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa 150 tahun terakhir Syari’at dan peraturan tersebut tak di perhatikan lagi sehingga kemakmuran rakyat hilang dan digantikan dengan kemiskinan dan kenbesaran negara pun ikut hilang. Oleh karena itu perlu adanya perubahan yang membawa ke arah yang lebih baik diantaranya.
1.      Terjaminnya ketentraman hidup, harta dan kehormatan warga negara.
2.      Peraturan mengenai pemungutan pajak.
3.      Pertauran mengenai kewajiban dan lamanya dinas militer.[3]
Kemudian pada tahun 1856 disusul dengan piagam baru Hatt-i Humayun, yang berisi pembaharuan terhadap kedudukan orang eropa yang berada dibawah kekuasan kerajaan Turki Utsmani karena desakan negara-negara eropa. Antara lain :
1.      Kebebasan dalam beragama.
2.      Masyarakat muslim dan non muslim diperbolehkan mengadakan pembahruan-pembahruan yang mereka perlukan dan mendirikan rumah peribadatan, sekolah.
Perubahan poada zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat penghargaan malah banyak yang mengkritik terhadap perubahan ini. Piagam Gulhane yang menyatakan bahwa penghargaan tertinggi ada pada syariat tapi juga perlu adanya sistem hukum yang baru, sedangkan hukum baru tersebut banyak dipengaruhi barat. Jadi peraturan tersebut berupa aturan yang bercampur antara Syari’at dan pemikiran dari barat sehingga tidak bisa dikatakan hukum Islam ataupun Hukum barat. Hukum tersebut disebut tidak efektif untuk mengatur kerajaan Utsmani pada masa itu. Sikap otoriter yang dilakukan oleh pihak Sultan dan menteri-menterinya dalam melakukan pembaharuan Tanzimat malah mendapat kritik keras.

 B.              B.  Media Sastra Sebagai Kritik Terhadap Pemerintahan
Perkembangan karya sastra pada abad ke 19 zaman kerajaan Turki Utsmani sangat banyak terpengaruh oleh keadaan sosial politik yang sedang memanas pada saat itu. Salah satu sastrawan yang hidup pada zaman itu salah satunya adalah Ibrahim Sinasi (1826-1871). Dia pernah belajar di perancis dan dikenal sebagai orang yang banyak terpengaruh oleh ide-ide pemikiran dari barat. Sepulangnya kembali ke baghdad dia kembali kedalam aktivitas bersastra salah satu awalnya dia menegeluarkan sebuah karya yang berjudul Tercumei Manzume yakni terjemahan dari penyair perancis klasik termasuk Racine La fontaine[4]. Dalam tulisan-tulisannya di banyak membicarakan tentang hak-hak rakyat, kebebasan dalam mengutarakan pendapat, ide-ide liberal, dan sebagainya. Dia menerbitkan Surat Kabar yang bernama Tasvir-i Efkar pada tahun 1861 yang banyak mempunyai pengaruh dalam kebangkitan intelektual di kerajaan utsmani abad 19.
Sastrawan lain adalah Namik Kemal. Dia banyak dipengaruhi oleh Ibrahim Sanisi tadi. Setelah kepergian Sanisi ke Paris dia menjadi pimpinan dari surat kabar Tasvir-i Efkar[5]. Namun karena tulisan-tulisannya dianggap terlalu pedas dan dianggap berbahaya oleh pemerintah membuatnya terpaksa pergi ke Paris menyusul Gurunya pada tahun 1867. Pada tahun 1870 dia diperbolehkan kembali ke istanbul namun tiga tahun kemudian dia ditangkap kemudian dipenjara karena tulisanya dianggap berbahaya oleh pemerintah. Kemudian di bebaskan kembali pada tahun 1876 setelah jatuhnya Sultan Abdul Azziz.
Selain itu beberapa satrawan juga mengangkat isu-isu sosial dalam beberapa karyanya, salah satunya adalah novelis Fatma Aliye Hanim (1864-1936 M), ia menolak pendapat tokoh-tokoh pro poligami dalam berbagai karyanya seperti Muhazarat (persisihan, 1892), Refet (kemurahan Hati,1897), Udi (pemetik kecapi, 1899). Dia dia katakan sebagai seorang feminis pertama yang mengangkat isu-isu yang terjadi pada perempuan pada saat itu.
Selain dari karya-karya diatas tema-tema lain seperti perbudakan juga merupakan sasaran kritik sastra, seperti Araba Sevdat (kereta kuda), Surguzest-i Felatun Beyle, Felatun Beyle dan Rakim Efendi yang dibuat oleh Ahmet Mithat.
Memasuki abad ke 19 karya-karya yang mengusung tema tentang kesedihan dan kebingungan karena kehilangan jati diri menjadi ciri khas dalam bersastra. Salah satu karya yang terkenal pada zaman itu adalah Makber karya dari Abdul Haq Hamid. Dalam karya ini Hamid menggambarkan kesedihan karena kehilangan Jati diri tersebut dengan penggambaran kematian seorang istri yang ada dalam cerita itu.  
            Sekitar tahun 1900an tema-tema identitas budaya semakin banyak bermunculan dalam karya-karya sastra di turki. Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan non Islam, pembunuhan Muslim di Balkan (1911-1912) mendorong munculnya tema-tema Islam yang mengugah untuk menuju Turki yang sejahtera. Pada saat itu ada sebuah kaya yang berjudul Mesjid Sulaeman (Salomon Mosque) yang seolah-olah memperlihatkan keindahan mesjid ni sebagai lambang kejayaan Islam. Karya besar yang lainnya pada saat itu adalah ceramah dari Abdurresi Ibrahim menegenai pembantaian muslim di Balakan yang dihadiri 3000 orang.
Sastrawan lain pada zaman ini adalah Ziya Gokalp. Didalam karyanya yakni Turklasmak, Islamlasmak, Muasirlasmak (Turkifikasi, Islamisasi dan Modernisasi), karyanya ini sebagai penengah ketika pro dan kontra tentang ide-ide barat yang masuk di Turki. Dia menyuguhkan teori yang berjudul “menuju barat dan menuju rakyat” Menurutnya penggunaan bahasa Turki harus digalakkan, kerinduan mendengarkan adzan, shalat dalam bahasa Turki ia gambarkan dalam puisinya Vathan (tanah air), menurutnya Islam adalah menekankan kecintaan kepada Allah.
Sedangkan memasuki abad 20, tema-tema sastra kebanyakan berubah menjadi anti-Islam dan menguat, tampaknya ini adalah pengaruh dari sastawan Yakup Kadri Karosmanogolu (1889-1974 M), yang menggambarkan bahwa pondok-pondok orang beriman adalah tempat maksiat yang sebenarnya, dalam novelnya Nur Baba (bapak Ilahi), begitu juga dengan Yaban (orang asing) yang menggambarkan bahwa orang beragama adalah orang yang menjijikkan. kemal Attatturk (1880-1938 M) adalah seorang yang mempunyai ide yang sama meskipun tidak seekstrm Yakup. Akibatnya adalah munculnya penolakan agama Islam sebagai agama negara, penekanan terhadap tarekat-tarekat agama dan lainnya.
Seluruh karya-karya tersebut tercipta karena pengaruh dari kebudayaan barat yang mulai masuk kedalam kebudayaan asli Turki Utsmani. Ada yang menyambut baik perubahan itu dan tidak sedikit pula yang justru menentang hal tersebut. Mereka yang menentang yakni orang-orang yang merasa bahwa Jati diri mereka yang asli sudah mulai dihilangkan oleh kebudayaan barat tersebut dan mengakibatkan penurunan moral diantara masyarakat.

Kesimpulan
Setelah melihat penjelasan diatas tentunya kita dapat menyimpulkan bahwa pengaruh dari kebudayaan barat yang masuk ke Turki Utsmani pada saat itu sangat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kerajaan tersebut, dari mulai sistem pemerintahan, sistem pendidikan hingga keadaan sosial yang terjadi. Ada yang bersifat baik karena membawa perubahan menuju kemajuan seperti dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, ada juga yang membawa ke arah yang lebih jelek seperti pemikiran barat yang bersifat bebas tanpa ada batasan moral dan etika yang jauh dari syari’at yang sebelumnya dipegang teguh oleh kerajaan Turki Utsmani tersebut.
Pengaruh tersebut berdampak pada kondisi sosial politik yang terjadi disana sehingga mempengaruhi terhadap karya-karya sastra yang di ciptakan. Karya tersebut bisa merespon positive terhadap karya tersebut dan bisa pula sebaliknya. Bisa sebagai bentuk protes ataupun bisa juga sebagai bentuk antusiasme terhadap budaya asing tersebut.
.

 Daftar Pustaka
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1975
Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M. Ag. M. Pd. I, Perkembangan Modern Dunia Islam, Subang, CV  Yasindo Multi Aspek Dan Value Press Bandang 1431 H/2011
Other Source
http// id.studi sastra islam.org//



[1] Harun Nasution 1975 Halaman 97
[2] Harun Nasution 1975 Halaman 94
[3] Harun Nasution 1975 Halaman 99
[4] Makhmud Syafe’i 2010 Halaman 38
[5] Makhmud Syafe’i 2010 Halaman 39



Tidak ada komentar:

Posting Komentar